Putus Cita

Nggak hanya cinta yang bisa putus, cita-cita pun kadang bisa pupus

Cerita Idam hanya sebagian kecil dari jutaan cerita tentang perjalanan hidup manusia dalam menggapai impian dan mengejar cita-citanya. Meskipun, antara cita-cita dan realita seringkali tidak bisa berkompromi. Kuliah empat tahun lamanya di bidang konseling dan psikologi, realitanya bekerja sebagai praktisi humas.

Cita-cita jadi dosen, mengejar gelar master yang disyaratkan, malah berprofesi sebagai biro travel. Ingin menjadi model terkenal, malah jadi penunggu warung makanan. Punya suara bagus tapi gak kesampaian jadi penyanyi, malah jadi staff admin di perusahaan. Bercita-cita jadi politisi malah jadi sales mobil. Pengen punya usaha sendiri, malah keasyikan kerja sama orang lain.

Sebaliknya, banyak yang hidupnya mengalir apa adanya, menjadi pembantu di warung ketoprak misalnya, malah punya gelar master dan jadi mahasiswa terbaik di kampusnya. Cita-cita menjadi lawyer yang semula tidak terpikirkan justru yang menjadi realita.

Ada juga yang bisa menunaikan ibadah haji dan umroh tanpa antrian puluhan tahun, tanpa biaya tinggi, tanpa dipusingkan dengan berbagai aturan adiministrasi. Kesempatan menunaikan ibadah haji justru didapat ketika menjadi tenaga kerja Indonesia. Bonusnya berlipat, dapat uang bulanan, bisa punya gelar haji pula.

Menyaksikan dan mendengar cerita tersebut di atas, kadang saya suka  sependapat dengan meme yang suka berseliweran di timeline media social. Bahwa hidup tidak semudah dan seindah yang diucapkan para motivator. Kadang hidup itu lebih nikmat jika dijalani apa adanya tanpa mengejar mati-matian cita-cita dan impian kita.

Lalu, apa gunanya pertanyaan cita-cita sejak kecil jika beranjak dewasa kita tidak bisa mengapai cita-cita? Berapa banyak teman, handai taulan dan saudara-saudara kita sendiri yang pekerjaannya tidak sesuai dengan cita-cita yang digaungkan pertama kali.

Lembaga pendidikan konon bertujuan untuk mengasah kemampuan dan membekali para siswanya untuk mencapai impian yang dicita-citakan. Memberikan ilmu dan pengetahuan yang tepat agar kelak saat masuk ke dalam dunia kerja dapat mencapai apa yang dicitakan.

Namun, realitanya? 8 dari 10 teman dan orang yang saya kenal tidak nyambung antara jurusan yang dipelajari di kampus dengan pekerjaan yang ditekuni saat ini. Tapi satu hal yang saya dapatkan dari mereka. Meskipun realita mereka tidak seperti yang diimpikan sebelumnya, mereka tidak putus asa mengejar cita lewat realita yang ada.

Dari pada mengutuk masa lalu, menyesali kejadian yang telah terjadi, lebih baik meneruskan langkah, menjalani hari dengan peran baru yang sudah ada di depan mata. Siapa tahu, cita-cita lama yang tak kunjung menjadi realita, tengah Tuhan siapkan di tengah jalan. Siapa tahu kan ya? Yang penting jalani saja peran yang ada dengan sepenuh hati.

Dari pada menunggu lama, tau-tau usia sudah bertambah tua, belum bisa berbuat apa-apa. Jangankan untuk mengejar cinta, menggapai cita-cita saja belum terlaksana.

“8 dari 10 teman dan orang yang saya kenal tidak nyambung antara jurusan yang dipelajari di kampus dengan pekerjaan yang ditekuni saat ini. “

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top