Setidaknya ada tiga tipe desa yang menjadi rujukan dan pusat perhatian manusia di era revolusi industri jidil 4 ini. Pertama adalah desa pendidikan. Tipe desa ini bisa kita lihat di daerah Pare Kediri Jawa Timur. Kampung Inggris yang diinisiasi oleh Mr. Kalend Osein pada tahun 1977.
Kedua adalah desa industri, Cibaduyut Bandung Jawa Barat bisa menjadi teladan desa industri. Bermula dari beberapa warga mantan pekerja pabrik sepatu yang merintis usaha produk sepatu sederhana bersama keluarganya di rumah sekitar tahun 1920.
Tipe desa ketiga adalah desa wisata. Ada banyak contoh yang bisa diambil untuk pengelolaan desa wisata. Tidak usah jauh-jauh ke Bali, Banyuwangi, Gunungkidul, Bunaken atau Danau Toba. Di wilayah Dieng yang berjarak hanya 60 KM dari desa Paninggaran, bisa menjadi contoh penerapan desa wisata.
Paninggaran dengan segala keterbatasannya, memiliki petonsi untuk menjadi salah satu dari tiga tipe desa tadi. Rasanya tidak muluk-muluk jika ketiga tipe itu mampu diterapkan di desa Paninggaran.
Desa Industri? Ya, ada banyak industri yang bisa diangkat dari desa Paninggaran. Sebut saja makanan khasnya wong gunung, usek krenyes, ondol atau bisa juga menjadi pusat kerajinan tahu dan tempe yang terintegrasi dari hulu hingga hilirnya. Mungkinkah?
Berbicara pendidikan, tidak perlu dirisaukan lagi. Guru, ustad dan kyai di desa ini sangat tinggi ilmunya, jam terbang pengalamannya jangan dipandang sebelah mata. Wawasan, pengetahuan dan kearifannya sangat arif dan bijaksana. Cukup luangkan waktu sejenak untuk rempugan sesama para tokoh untuk mengelola desa penidikan yang baik dan berkelanjutan di Paninggaran. Mungkinkah?
Kalo dua tipe itu terlalu untuk dijangkau, tidak mungkin untuk disentuh, sulit untuk didekati, terlalu mahal untuk ditekuni, ribet untuk ditelateni, tidak mungkin dijangkau semua lapisan masyarakat. Izinkan saya mengusulkan desa Paninggaran jadi desa wisata saja.
Wisata apa? Apakah desa ini punya stok pariwisata? Mau ke mandi air hangat saja perlu naik ke tetangga di Kalianget Kalibening, mau nyari air terjun saja harus numpang di desa lain di Curug Sinoman, ingin bertamasya alam yang asri saja harus ketok bayar tiket masuk ke Linggo Asri Kajen.
Beda halnya dengan Dieng, yang sejak dahulu sudah punya stok wisata budaya cukur gimbal dan bangunan peninggalan bersejarah yang menarik. Begitu dikelola dengan baik nama Dieng menjadi destinasi wisata yang selalu ramai dikunjungi oleh manusia
Sedangkan Paninggaran, what kind of a beautiful place di sini? Apakah cukup dengan makam Mbah Wali Tandurannya? No. Lebaran kali ini, membukakan rasa optimis dan semangat baru melihat Paninggaran yang sering kali mengecewakan banyak orang.
Wisata Kalimedang, sangat berpotensi menjadi icon desa Paninggaran. Dan hanya dukuh yang dilalui oleh kali ini yang punya andil besar untuk mengelola dan merawatnya. Sabrang, adalah salah satu dukuh itu. Lewat tangan-tangan kreatif pemudanya, sungai yang tadinya sebagai tempat pembuangan sampah berubah menjadi tempat yang nyaman untuk merefresh pikiran.
Menjadi media pengenalan anak muda dengan alam, tempat sederhana untuk bersantai bersama keluarga dan tempat yang asyik buat nongrong bersama teman.
Apalagi mendengar penuturan dari sahabat saya yang ikut andil mengelola Kalimedang. Kedepan, Kelimedang ini akan dikonsep sebagai pusat wisata edukasi dan hiburan desa Paninggaran. Semoga visi tersebut dapat terealisasi dan Kalimedang tumbuh menjadi tempat pemberdayaan masyarakat desa Paninggaran, wa bil khusus bagi warga Sabrang penjaga Kalimedang.