Ada banyak kalimat pujian kepada Allah SWT, Tuhan pemilik segala nama yang sering kurang pas jika kita urai secara detail makna yang terkandung di dalamnya. Memang, kalimat yang menggunakan bahasa Arab tersebut sangat indah oleh siapa saja yang mendengarnya. Sebut saja kalimat: Masya Allah, Alhamdulillah, Insya Allah, Allahu Akbar, Subhanallah, dan sebagainya. Namun acap kali kalimat-kalimat indah itu justru tidak berada pada tempatnya yang tepat.
Saat anda takjub dengan sesuatu, apa yang seharusnya diucapkan? Masya Allah? Atau Subhanallah? Lalu kalimat Innalillah, apakah kalimat ini hanya untuk sesuatu yang ‘mengerikan’ seperti kematian dan musibah? Lalu kalimat Allahu Akbar, selain penyemangat dan pengingat akan Ke Maha besaran Allah saat berkumpul, tepatkah jika kita mengucapkannya untuk ‘Yel-yel’ saat demo?
Begitu pula dengan kalimat Insya Allah, kalau kita buka kembali Al Quran, lalu kita renungkan sejenak makna yang terkandung di dalamnya, kalimat Insya Allah sebagaimana yang Allah ajarkan kepada Nabi Muhammad SAW saat ingin menceritakan kisah Penghuni Gua (ashabul Kahfi) kepada ummatnya lalu baginda Rosul lupa terhadap janjinya sendiri. Ini adalah petanda bahwa kita manusia tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi esok hari. Karena semua yang sedang dan akan terjadi 1 menit berikutnya kepada Allah lah akhir keputusannya. Maka, Allah ajarkan kalimat “Insya Allah” yang jika diartikan ke dalam bahasa sehari-hari berarti: Jika Allah Menghendaki.
Artinya, saat kita berjanji atau akan melakukan suatu hal, maka jika Allah menghendaki maka terjadilah. Karena kita tidak tahu apa yang
akan terjadi esok hari, dan disitulah bentuk kasih sayang Allah pada ummatNya. Agar hidup kita tidak bertambah beban dan pikiran saat
perjanjian itu batal di tengah jalan karena suatu hal yang sudah Allah takdirkan.
Sayangnya.. Kalimat ini justru digunakan sebagai ‘alat’ untuk membatalkan perjanjian dan tidak ada lagi pertanggung jawaban dan rasa bersalah terhadap sesama. Toh, sudah ngucap Insya Allah, jadi kalau batal tidak masalah doong. Atau sebenarnya saat berjanji dengan ucapan Insya Allah tadi, terbesit dalam hati untuk tidak menepatinya? Mungkin akan berbeda cerita jika kita berjanji tanpa memakai kata Insya Allah, mau hujan badai menghalangi, kondisi badan sedang ngeDrop, The Show Must go on begitu kata para seniman. Kalau tidak ditepati, besok-besok tidak akan pernah dipercaya lagi.
Kesan ini yang akhirnya ditangkap sebagai alibi untuk ingkar janji. Sehingga, saat malas utk menepati janji, atau enggan menepatinya bisa
juga karena tidak enak untuk bilang tidak, maka kalimat yang paling indah dan aman untuk diucapkan adalah Insya Allah…
Maka tiap ada teman yang ucapkan kata Insya Allah, balaslah dengan kalimat “Fa Inlam Yasya?” (Kalau tidak dikehendaki oleh Allah?) Dengan bijak dan cerdas akan dibalas pula dengan kalimat indah lainnya “Masya Allah” (Terserah Allah)…
Tapi, aku tertarik dengan kalimat Astaghfirullah, selain sebagai ungkapan maaf pada Allah atas kesalahan diri, kalimat ini juga indah saat kita mencoba menahan segala pelampiasan amarah. Apakah yang ini juga salah kaprah? Ucapkan saja Astaghfirullaah..
Jakarta, 16 Maret 2015