Alumnus Indra Sjafri Terus Bersinar

 

Kondisi sepakbola nasional yang sempat vakum karena sanksi FIFA rupanya jadi karunia tersendiri. Mereka yang menuai berkahnya adalah para pemain muda. Mengingat di beberapa turnamen diberlakukan kewajiban memainkan kuota pemain dibawah usia 20 tahun. Memang ada beberapa klub yang belum percaya penuh pada pemain mudanya. Untuk “mengakali” regulasi, pemain muda itu hanya dimainkan 5-10 menit lalu digantikan oleh yang lebih berpengalaman. Ironis memang.

Akan tetapi, tidak sedikit pula pemain muda berkualitas mendapat kesempatan unjuk gigi. Banyak klub yang menggunakan jasa pemain eks Timnas U-19 dari turnamen hingga kompetisi TSC 2016. Menariknya, beberapa nama muda yang bersinar di TSC 2016, dulunya adalah pemain “lapis kedua” di timnas Garuda Jaya. Di antaranya adalah:

1. Ichsan Kurniawan (Sriwijaya FC)

Ichsan Kurniawan. (foto: bola.liputan6.com)
Ichsan Kurniawan. (foto: bola.liputan6.com)

Keberadaan Hargianto dan Zulfiandi sebagai pendamping kapten Evan Dimas di lini tengah U-19 nyaris tak tergantikan. Hal ini karena kekompakan dan gaya bermain mereka yang saling melengkapi sebagai dinamo permainan.

Saat salah satu di antara keduanya absen, barulah Ichsan dapat beraksi. Pada Piala Asia di Myanmar, Ichsan dua kali tampil, yakni melawan Uzbekistan (kalah 1-3) sebagai pengganti, serta versus Uni Emirat Arab (kalah 1-4) sebagai starter karena Zulfiandi cedera.

Alumni SFC U-21 ini mulai mendapat jam terbang di bawah pelatih Benny Dollo pada Piala Presiden 2015. Sedikit demi sedikit Ichsan mulai dipercaya di lini tengah bersama Yu Hyuun Kyo dan gelandang senior lainnya. Ichsan mulai mencuat di Piala Bhayangkara dengan gol indah jarak jauh ke gawang Mitra Kukar.

Di TSC 2016 Ichsan kian mencuri perhatian. Sinarnya bahkan lebih cemerlang dibanding Hargianto dan Zulfiandi. Pelatih Widodo CP sampai beberapa kali mencadangkan pemain kawakan Firman Utina guna mengakomodir potensi Ichsan. Jika di timnas U-19 ia beroperasi sebagai gelandang jangkar yang melindungi pertahanan, di Laskar Wong Kito pemuda kelahiran Ogan Komering Ulu Timur itu bermain lebih menyerang.

Momen unik terjadi di pekan ketiga TSC saat SFC menggilas Madura United 5 gol tanpa balas. Saat itu Ichsan ditarik keluar di menit 79 digantikan oleh Firman Utina. Saat mendekat ke tepi lapangan, alih-alih melakukan tos, Ichsan malah bersalaman dan mencium tangan seniornya itu. Sebuah bentuk penghormatan khas Indonesia kepada pemain yang lebih senior. Respek!

Firman pun mengakui potensi Ichsan dan pemain muda SFC lainnya. Kapten timnas di Piala AFF 2014 ini melihat para pemain muda SFC selalu gigih dan menunjukkan yang terbaik dalam latihan.

“Apalagi mereka dengar ada (pembentukan) tim nasional lagi. Mereka sangat berambisi untuk tampil di situ dan mereka punya kans untuk itu,” tutur Firman.

2. Septian David Maulana (Mitra Kukar)

Septian David (kanan) saat duel bersama Timnas Yaman. (foto:mediasepakbola.co)
Septian David (kanan) saat duel bersama Timnas Yaman. (foto:mediasepakbola.co)

Dalam rangkaian Tur Nusantara dan Tur Timur Tengah sebagai persiapan menghadapi even Piala Asia U-19, Septian kerap tampil jadi super-sub. Turun dari bangku cadangan saat sayap utama timnas Ilhamudin dan Maldini buntu, pemuda asal Semarang ini sering mencetak gol.

Label pemain pengganti ini perlahan beralih saat ia memutuskan bergabung ke Mitra Kutai Kartanegara. Di tim asal Kalimantan Timur itu, berangsur ia mulai menunjukkan potensi terpendamnya. Ia menjadi bagian tak terpisahkan dalam kuartet penyerangan di TSC 2016 bersama Hendra Bayauw, serta dua legiun Brasil: Marlon dan Alan Leandro.

Septian dapat bermain di sayap kanan, kiri maupun striker tengah sama baiknya. Ciri khasnya adalah gaya bermain menusuk ke dalam (cutting inside) dan kontrol bola saat menginisiasi serangan balik. Pertukaran posisinya dengan Hendra Bayauw juga efektif untuk mengurai tembok pertahanan lawan.

 

3. Rudolf Yanto Basna (Persib)

Rudolf Yanto Basna (foto: juara.net)
Rudolf Yanto Basna (foto: juara.net)

Sensasi baru sepakbola Papua. Jika selama ini pulau Cenderawasih identik dengan pemain yang punya kecepatan dan gocekan aduhai, Yanto merubah pandangan ini. Tampil luar biasa bersama Arthur Cunha, legiun asal Brasil Mitra Kukar di jantung pertahanan, Yanto diganjar gelar pemain terbaik Piala Jenderal Sudirman. Keunggulannya adalah ketenangan dalam menghadapi serangan lawan. Sebuah kelebihan yang jarang ditemui pada diri pemuda seusianya. Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta ini tak panik saat memainkan bola di belakang meski dalam tekanan penyerang musuh. Dari kakinya pula serangan Mitra sering berawal.

Performa ini memesona Persib Bandung, juara ISL 2014 untuk meminang putra seorang PNS Pemprov Papua ini. Bermain di tim penuh bintang, ia sempat kesulitan di era pelatih Dejan Antonic karena ditempatkan sebagai bek kanan. Namun saat ditaruh sebagai stopper berduet dengan Vladimir Vujovic atau Purwaka Yudhi, Yanto selalu impresif.

Merupakan bagian dari tim SAD yang diberangkatkan ke Uruguay, seangkatan dengan Abduh Lestaluhu bek kiri PS TNI. Yanto masuk dalam skuad final timnas U-19 yang berlaga di Piala Asia U-19 2014 Myanmar. Yanto tidak mendapat menit bermain saat itu karena Indra Sjafri lebih memilih duet Syahrul Kurniawan dan Hansamu Yama.

 

4. Rully Desrian & Ricky Fajrin (Bali United)

Rully Desrian (foto: bali.tribunmews.com)
Rully Desrian (foto: bali.tribunmews.com)

Tak tanggung-tanggung, Bali United menyodori Indra Sjafri kontrak berdurasi 5 tahun pada Desember 2014. Kontrak jangka panjang adalah sesuatu yang jarang terjadi di dunia kepelatihan Indonesia. Rupanya Indra dan manajemen Bali United punya visi yang sama dalam membina sepakbola tanah air.

Sesuai dengan visi membangun fondasi kesebelasan di tahun-tahun awal, Bali United pun banyak merekrut pemain muda. Beberapa adalah mantan anak asuh Indra di timnas. Bahkan pada  gelaran Piala Jenderal Sudirman, Bali United sempat tanpa pemain asing.

Uniknya, semua pemain eks timnas U-19 yang direkrut oleh Bali United di TSC 2016 bisa dibilang “lapis kedua”. Tanpa maksud memandang remeh skuad Garuda Jaya di Bali United, harus diakui bahwa mereka yang ditarik oleh Indra adalah pemain yang jarang diturunkan sebagai pemain inti di timnas dulu.

Saat ini ada 6 nama lulusan timnas U-19 yang jadi bagian dari tim Bali United. Mereka adalah Hendra Sandi, Yabes Roni Malaifani, Rully Desrian, M. Diky Indrayana, Ricky Fajrin dan Mahdi Fahri Albaar. Itu belum termasuk pemain yang pernah ikut seleksi timnas semacam Miftahul Hamdi dan Martinus Novianto.

Di antara nama-nama di atas, yang berkembang cukup pesat adalah Ricky Fajrin dan kiper Rully Desrian.

Ricky yang mekar bersama SSB Tugu Muda Semarang semakin tak tergantikan di pos fullback kiri. Statistik Labbola menunjukkan bahwa 39 tekel yang dilakukan Ricky merupakan jumlah terbanyak di TSC 2016 hingga pekan kedelapan. Ia pun cukup fasih overlap membantu serangan tanpa meninggalkan tugas bertahannya.

Adapun Rully, dengan kembalinya Yoo-Jae Hoon ke Persipura, menegaskan dirinya di posisi penjaga gawang utama Serdadu Tridatu. Rully yang pernah berseragam Semen Padang U-21 menampilkan permainan yang semakin matang. Bahkan lebih menonjol dibanding kiper utama Garuda Muda, Ravi Murdianto yang kini masih berjuang mendapatkan posisi kiper inti di PS TNI.

Banyak Talenta

Kemunculan pemain-pemain muda di atas menunjukkan bahwa Indonesia tidak kehabisan talenta. Jika pemilihan pemain timnas dilakukan dengan objektif dan merata ke seluruh Indonesia, maka generasi emas seperti Garuda Jaya pasti akan terlahir kembali. Fakta yang harus disadari para pengurus sepakbola nasional. Seorang rekan penulis pernah menyelutuk, “Hebat ya… alumnusnya Indra Sjafri, cadangannya aja mantap, apalagi pemain intinya.”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top